Sebutir Pasir Lubai

.

Senin, 16 Desember 2013

Pola Persebaran Desa

Pola persebaran desa di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu:
  1. Pola Memanjang (linier). Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah. Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman. Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati fasilitas transportasi. Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai. Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk mendekati prasarana transportasi seperti jalan dan sungai sehingga memudahkan untuk bepergian ke tempat lain jika ada keperluan. Di samping itu, untuk memudahkan penyerahan barang dan jasa.
  2. Pola Desa Menyebar. Pola desa ini umumnya terdapat di daerah pegunungan atau dataran tinggi yang berelief kasar. Pemukiman penduduk membentuk kelompok unit-unit yang kecil dan menyebar.
  3. Pola Desa Tersebar. Pola desa ini merupakan pola yang tidak teratur karena kesuburan tanah tidak merata. Pola desa seperti ini terdapat di daerah karst atau daerah berkapur. Keadaan topografinya sangat buruk.

Fungsi Desa

Fungsi desa adalah sebagai berikut:
  1. Desa sebagai hinterland (pemasok kebutuhan bagi kota)
  2. Desa merupakan sumber tenaga kerja kasar bagi perkotaan
  3. Desa merupakan mitra bagi pembangunan kota
  4. Desa sebagai bentuk pemerintahan terkecil di wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia
Ciri-ciri Masyarakat Desa 

Kehidupan keagamaan di kota berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa. Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.

Pengertian Desa


Desa, atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.


Desa menurut aktivitasnya
  1. Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunanan.
  2. Desa industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri kecil rumah tangga.
  3. Desa nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang perikanan dan pertambakan.
Desa menurut perkembangannya
  1. Desa Swadaya, adalah desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri: Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya. Penduduknya jarang. Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris. Bersifat tertutup. Masyarakat memegang teguh adat. Teknologi masih rendah. Sarana dan prasarana sangat kurang. Hubungan antarmanusia sangat erat. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
  2. Desa Swakarya, adalah peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Ciri-ciri desa swakarya adalah: Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh. Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain. Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
  3. Desa Swasembada, adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Ciri-ciri desa swasembada: Kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan. Penduduknya padat-padat. Tidak terikat dengan adat istiadat. Telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain. Partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

Senin, 09 Desember 2013

Jelutung Rawa

Di Indonesia terdapat dua jenis jelutung, yaitu: Dyera costulata Hook. F. dan Dyera lowii Hook. F. Kedua jenis ini termasuk famili Apocynaceae. Jelutung, di Kalimantan disebut pantung, di Sumatera disebut labuai, di Semenanjung Melayu disebut ye-luu-tong, dan di Thailand disebut teen-peet-daeng.

Pohon jelutung berbentuk silindris, tingginya bias mencapai 25-45 m, dan diameternya bisa mencapai 100 cm. Kulitnya rata, berwarna abu-abu kehitam-hitaman, dan bertekstur kasar. Cabangnya tumbuh pada batang pohon setiap 3-15 m. Bentuk daunnya memanjang, pada bagian ujungnya melebar dan membentuk rokset. Sebanyak 4-8 helai daun tunggal itu duduk melingkar pada ranting. Jelutung berbunga dua kali setahun. Bunga malainya berwarna putih, dan buahnya berbentuk polong. Apabila sudah matang, buahnya pecah untuk menyebarkan biji-bijinya yang berukuran kecil dan bersayap ke tempat di sekitarnya.

Jelutung tumbuh baik di daerah hutan hujan tropis yang beriklim tipe A dan tipe B menurut Schmidt & Ferguson; tanah berpasir, tanah liat, dan tanah rawa; dengan ketinggian tempat tumbuhnya 20-80 m dari permukaan laut.


Jelutung rawa (Dyera pollyphylla Miq. Steenis atau sinonim dengan D. lowii Hook F) merupakan jenis pohon lokal (indigenous tree species) hutan rawa yang prospektif untuk dikembangkan pada hutan rakyat di lahan rawa karena keunggulan ekologi dan ekonomi yang dimilikinya. Jelutung rawa mempunyai daya adaptasi yang baik dan teruji pada lahan rawa, pertumbuhannya relatif cepat dan dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal, mempunyai daya adaptasi yang baik dan telah teruji pada lahan rawa mempunyai pertumbuhan yang cepat (riap diameter 2,0 – 2,5 cm/tahun, riap tinggi 1,6 – 1,8 m/tahun) dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan minimal mempunyai hasil ganda, getah (untuk permen karet, kosmetik, isolator) dan kayu (untuk pencil slate, vinir, moulding) sudah dikenal dan dimanfaatkan lama oleh masyarakat dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, pada masa produktif disadap getahnya, pada akhir daur dimanfaatkan kayunya.



Pemilihan jelutung di lahan rawa didasari beberapa alasan sebagai berikut.


  1. Kemampuan beradaptasi pada lahan rawa telah teruji. Daya adaptasi yang baik pada lahan rawa merupakan syarat mutlak bagi suatu jenis pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi lahan rawa terdegradasi. Jelutung mempunyai daya adaptasi yang baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang berkala.
  2. Pertumbuhan yang relatif cepat. Jelutung mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat, pada kondisi alami riap diameter pohon berkisar antara 1,5 – 2,0 cm per tahun (Bastoni dan Riyanto, 1999). Pohon jelutung yang dibudidayakan dengan pemeliharaan semi insentif riap diameternya dapat mencapai 2,0 – 2,5 cm per tahun (Bastoni, 2001).
  3. Dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal. Jelutung dapat dikembangkan untuk hutan rakyat di lahan rawa dengan gangguan terhadap lahan yang sangat minimal. Hal ini dimungkinkan sebab penanaman jelutung di lahan rawa dapat dilakukan tanpa pembuatan kanal untuk sistem drainase. Pembuatan kanal merupakan bentuk gangguan berat pada lahan yang berdampak negatif, seperti: terjadinya perubahan status hidrologi dari kondisi tergenang menjadi tidak tergenang, terjadinya penurunan tebal lapisan (subsidence) dan menyebabkan sifat kering tak balik. Kondisi tersebut menyebabkan lahan rawa menjadi sangat rawankebakaran pada musim kemarau.
  4. Hasil ganda (getah dan kayu). Pengembangan jelutung mempunyai prospek yang baik karena kedua jenis produk pohon jelutung (getah dan kayu) memiliki banyak manfaat. Kayu jelutung berwarna putih kekuningan, bertekstur halus, arah serat lurus dengan permukaan kayu yang licin mengkilap. Sifat kayu jelutung tersebut sangat baik digunakan sebagai bahan baku industri mebel, plywood, moulding, pulp, patung dan pencil slate. Getah jelutung dapat digunakan sebagai bahan baku permen karet, isolator dan soft compound ban. Pasar kayu jelutung di dalam negeri relatif baik, hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan baku industry pencil slate yang mencapai 180.670 m3 per tahun (Bastoni dan Lukman, 2004).
  5. Masukan (input) biaya budidaya relatif rendah. Bastoni dan Karyaatmadja (2003) menyatakan bahwa dalam jangka waktu tiga tahun biaya yang dikeluarkan pada pembangunan hutan tanaman jenis jelutung untuk bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan sekitar Rp2,88 juta per ha lahan. 
  6. Masyarakat telah mengenal jelutung. Jelutung dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, yaitu pada masa produktif disadap getahnya dan ada saat produktivitas getahnya menurun dapat dimanfaatkan kayunya. Pola budidaya jelutung mirip dengan karet, yaitu hasil getah mulai umur 8-10 tahun sampai sepanjang daur dan hasil kayu pada akhir daur. Kemiripan budidaya jelutung dengan karet menjadikan masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk membudidayakannya. 
Perkecambahan

Jelutung rawa berbuah setiap tahun dengan musim raya setiap 2 tahun. Pohon berbunga pada bulan Nopember. Buah telah matang dan dapat dipanen pada bulan April – Mei.Buah jelutung rawa berbentuk polong berjumlah 2 buah pada setiap tangkainya. Panjang polong 12 – 26 cm (rata-rata 23 cm), berat kering polong 20,2 – 31,9 gram (rata-rata 28,02 gram), jumlah biji per polong 12 – 26 biji (rata-rata 18 biji). Buah yang telah masak fisiologis pecah setelah dijemur 1 – 3 hari,kemu- dian biji diambil dari polongnya Masa simpan benih pendek (1 – 3 bulan), yang terbaik benih langsung dikecambahkan setelah direndam selama 2 jam, ditiriskan kemudian ditabur pada media pasir yang telah dibasahi & disemprot dengan fungisida. Benih yang telah ditabur pada media pasir dijaga kelembabannya dengan cara disiram setiap hari. Benih mulai berkecambah 1 minggu setelah penaburan yang ditandai oleh keluar- nya akar, setelah 1 bulan kotiledon mekar sempurna kemudian akan tumbuh sepasang daun pertama yang menandakan kecambah siap disapih. 

Pembibitan

Pembibitan dilakukan secara generatif menggunakan benih. Pembibitan menggunakan metode vegetatif makro (stek) dan mikro (kultur jaringan ) belum dikuasai. Penyapihan bibit sudah dapat dilakukan setelah kotiledon berkembang penuh atau setelah keluar sepasang daun sekitar 50 – 60 hari (2 bulan) setelah penaburan benih. Media sapih bibit yang digunakan sebaiknya banyak mengandung bahan organik, atau campuran tanah mine- ral dan bahan orga- nik. Pertumbuhan bibit terbaik dicapai pada perlakuan komposisi media sapih 60% gambut dan 40% tanah mineral (top soil) serta dosis pupuk NPK sebesar 0,5 – 1,0 gram/bibit. Penyapihan bibit dilakukan pada persemaian permanen atau semi permanen yang dinaungi sarlonet dengan intensitas naungan 50 – 75 persen. Polibag yang dapat digunakan untuk pe-nyapihan bibit berukuran 15 x 12 cm atau lebih besar tergantung lama waktu penanaman. Kriteria bibit siap tanam: tinggi 25 – 40 cm, diameter 0,5 cm, jumlah daun 8 – 12 helai, batang lurus, perakaran sudah me-nyatu dengan media. Umur bibit siap tanam tergantung dari cara pembibitannya. Pada pembibitan manual (tanpa genangan) bibit siap tanam 8 – 10 bulan setelah sapih. Pembibitan sistem genangan buatan setinggi 30% dari tinggi polibag, bibit siap tanam 4 – 6 bulan setelah sapih dan konsumsi air 28 kali lebih hemat daripada pembibitan manual.

Persiapan Lahan

Jelutung rawa termasuk jenis pohon yang membutuhkan cahaya penuh untuk pertumbuhannya. Jenis ini cocok ditanam pada hutan rawa gambut yang terbuka, seperti areal bekas tebangan dan kebakaran. Pada areal terbuka bekas kebakaran, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar jalur 1,5 – 2,0 m dan jarak antar jalur 5 m, jarak tanam 5 x 5 m. Setelah pembuatan jalur dilakukan pemasangan ajir dan pembuatan gundukan gambut. Tujuannya untuk mengumpulkan massa tanah untuk tempat berjangkarnya perakaran tanaman dan meninggikan bagian tanah agar bibit tidak terendam air. Tinggi gundukan minimal 50% dari tinggi genangan air pada puncak musim hujan. Pada areal terbuka bekas tebangan, untuk tanaman pengayaan, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar jalur 2 – 3 m dan jarak antar jalur 10 m, jarak tanam 5 x 10 m.

Penanaman dan Pemeliharaan

Sebelum penanaman, bibit diadaptasikan di tempat terbuka selama 1 bulan dengan cara pembukaan sarlonet di persemaian. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan (Oktober) sebelum genangan air rawa tinggi, dan tinggi bibit perlu disesuaikan dengan tinggi genangan air. Tinggi bibit minimal sepertiga lebih tinggi dari genangan air pada puncak musim hujan. Pemeliharaan tanaman dilakukan minimal sampai umur 3 tahun, berupa pembebasan tumbuhan bawah dan pemupukan. Pada tahun pertama pembebasan tumbuhan bawah dilakukan minimal 3 kali. Pada tahun kedua dan ketiga pembebasan tumbuhan bawah dilakukan masing-masing 2 kali. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali pada awal dan akhir musim hujan sampai tanaman berumur 3 tahun. Pupuk yang digunakan NPK tablet dengan dosis 20 – 30 gram (2 – 3 tablet) per tanaman setiap periode pemupukan.

Penyadapan Getah Jelutung

Daun jelutung mirip sekali dengan daun pulai. Bijinya berada dalam polong lonjong berwarna coklat.
Tanah Rawah dan Tanaman kayu Jelutung

Persemaian
Pembibitan
Nah daripada rawa terbuka tak memberi manfaat, mari kita tanami dengan tanaman permen karet. Selain memberi hasil, penutupan lahan rawa juga bisa menyumbang penyerapan karbon. Artinya, sambil mengurangi pemanasan global, kita dapat hasil.
Sumber info : http://baltyra.com

Rabu, 04 Desember 2013

Solusi Pemekaran

Beberapa Solusi Pemekaran Suatu Daerah yaitu :
  1. Penyelarasan Antara Syarat dan Administrative Dengan Aspirasi
  2. Penguatan Aspirasi Pemekaran Dan Komunikasi Antara DPRD - Pemerintahan
  3. Ketersediaan Data Dan Fakta Lapangan
  4. Ketersediaan Tenaga Ahli Dan Team

Alasan Pemekaran

Beberapa alasan untuk memekaran suatu Daerah yaitu :

  1. Pelayanan, lebih baik, lebih cepat, lebih murah
  2. Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat
  3. Untuk Pemerataan Pembangunan
  4. Adanya Aspirasi masyarakat

Prospek Pemekaran

Beberapa tinjauan Prospek Pemekaran suatu Daerah yaitu :

  1. Jumlah Penduduk, cukup/tidak cukup
  2. Persyaratan Administatif, lengkap/tidak lengkap
  3. Kemampunan Daerah, Keuangan dan Sumber Daya Alam
  4. Rekomendasi Daerah Induk/Atasan, sudah/belum jelas

Dasar Umum Pemekaran

Dasar Umum untuk memekarkan suatu daerah yaitu :

  1. Di lindungi oleh Undang-undang
  2. Terlalu luasnya Daerah
  3. Cita-cita Perbaikan Kesejahteraan Rakyat
  4. Cita-cita Keadilan da Pemerataan Pembangunan

Implikasi Pemekaran

Secara umum, beberapa implikasi pemekaran daerah antara lain adalah : 
  1. Implikasi di bidang Politik Pemerintahan. Dari sisi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik. 
  2. Implikasi di bidang Sosio Kultural. Dari dimensi sosial, kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru.
  3. Implikasi Pada Pelayanan Publik Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. 
  4. Implikasi Bagi Pembangunan Ekonomi. Pemekaran dianggap sebagai cara untuk meningkatkan pembangunan di daerah miskin, khususnya dalam kasus pembentukan kabupaten baru. Adanya pemekaran dinilai akan memberi kesempatan kepada daerah miskin untuk memperoleh lebih banyak subsidi dari pemerintah pusat (khususnya melalui skema DAU dan beberapa DAK), hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut. 
  5. Implikasi Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional. Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting

Kajian Pemekaran

Dalam wacana publik dan kajian akademis diuraikan dorongan pemekaran selama ini lebih banyak muncul dari tuntutan daerah. Beberapa alasan utama daerah mengajukan pemekaran antara lain adalah : 

  1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut data IRDA, kebutuhan untuk pemerataan ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah. 
  2. Kondisi geografis yang terlalu luas. Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayanan publik tidak pernah terlaksana dengan optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif. 
  3. Perbedaan Basis Identitas. Alasan perbedaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk. 
  4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah. 
  5. Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah-daerah baru hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil Sumber Daya Alam, dan Pendapatan Asli Daerah

Selasa, 03 Desember 2013

Potensi desa Jiwabaru

A. Potensi Umum


Potensi Umum yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : batas, jarak, luas dan kondisi tanah.

  1. Batas desa. Batas desa Jiwa Baru : sebelah Utara berbatasan dengan desa Gunung Raja, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Pagar Gunung, sebelah Timur berbatasan dengan desa Kuang Dalam dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Suka Merindu.
  2. Jarak desa. Jarak desa Jiwa Baru desa Beringin (ibukota kecamatan) 18,3 kilo meter, dengan waktu tempuh 27 menit dengan kendaraan bermotor, jarak dengan kota Muara Enim (ibukota kabupaten) 117 kilo meter, dengan waktu tempuh 1 jam 57 menit dengan kendaraan bermotor, jarak dengan kota Palembang (ibukota provinsi) 105 kilo meter, dengan waktu tempuh 2 jam 19 menit dengan kendaraan bermotor.
  3. Luas desa. Luas wilayahnya desa Jiwa Baru … hektar, dengan rincian untuk pemukiman penduduk … hektar, untuk perkebunan … hektar, untuk persawahan … hektar dan sisanya untuk lain-lain.
  4. Kondisi Tanah. Desa Jiwa Baru memiliki tanah yang subur dan daratan rendah yang potensial untuk dikembangkan. Dengan keberadaan tanah yang subur tersebut ditambah dengan ditumbuhi rumput yang hijau maka cocok untuk lahan perkebunan Kelapa Sawit dan perkebunan Karet, begitu juga dengan jenis tanaman lain, seperti Nenas, Kacang-kacangan, dan sayur-sayuran lainnya. Luas keseluruhan tanah yang terdapat di desa Jiwa Baru adalah … hektar. Dengan rincian luas tanah menurut pemanfaatannya : Tanah Fasilitas Umum ... hektar, Tanah Perkebunan … hektar, Tanah Peladangan … hektar, Tanah Sawah … hektar, Tanah Rawa … hektar, Tanah Hutan … hektar
B. Potensi Sumber Daya Air

Potensi Sumber Daya Air yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : sungai, danau dan rawa
  1. Sungai. Untuk potensi sungai di desa Jiwa Baru terdapat sebuah sungai dengan kategori sungai sedang, memiliki air yang agak jernih, bebas pencemaran, dan berarus tenang. Sungai yang dimaksud adalah Sungai Lubai, sungai ini mengaliri desa-desa tua di Lubai, berawal dari sumber air di dekat desa Simpang Meo, Tanjung Agung, Muara Enim berakhir muaranya di sungai Rambang di dekat desa Lubuk Keliat, Rambang Kuang, Ogan Ilir. Selain sungai Lubai di desa Jiwa Baru, terdapat juga kecil yaitu : Sungai Mahang, Sungai Gambir, Sungai Pegang, Sungai Pematang, Sungai Puhun, Sungai Sehokdian, Sungai Sepape, Sungai Sabut. Berkaitan dengan potensi sungai, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan sungai untuk dijadikan tempat wisata/istirahat sekaligus sebagai tempat mencari protein hewani bagi penduduk desa Jiwa Baru dengan memancing ikan, dan pembuatan kerambah disepanjang bantaran Sungai Lubai, sehinga potensi sungai dapat dioptimalkan menjadi sumber peningkatan perekomian masyarakat sektor perikan seperti : ikan Gabus, ikan Baung, ikan Toman, ikan Bujok, ikan Lampam, ikan Kepatung, ikan Kepipel, ikan Kepah.
  2. Danau. Untuk potensi danau di desa Jiwa Baru terdapat beberapa danau yaitu : danau Jambu Humbai, danau Petedoh, danau Lubai Mati, danau Kuali Gane, danau Hiu-hiu, danau Katung, danau Kemuton, danau Tehap. Dari beberapa danau tersebut ada sebuah danau yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata yaitu Danau Jambu Humbai terletak di dekat Jiwa Baru, memiliki daya tarik yang besar bagi para wisatawan yang hobi memancing. Berkaitan dengan potensi danau, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan danau untuk sektor perikanan dan pariwisata.
  3. Rawa. Untuk potensi rawa di desa Jiwa Baru terdapat rawa didekat sungai Puhun dan sungai Pegang, yang belum dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Berkaitan dengan potensi rawa, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan rawa untuk sektor perikanan darat, lahan tanaman sayuran seperti : Bayam, Kangkung dan dijadikan tanah persawahan.
C. Potensi Sumber Daya Manusia

Potensi Sumber Daya Manusia yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : penduduk, mata pencaharian.
  1. Penduduk.  Penduduk memiliki pengaruh yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pembangunan, sehingga penduduk merupakan sumber daya sebagai salah satu faktor penentu pembangunan, berhasil tidaknya pembangunan tersebut tergantung dari kwalitas sumber daya manusia masing-masing desa. Maslah Penduduk perlu mendapat penanganan yang serius sehingga mobilitas penduduk dapat diketahui secara akurat. Sehingga beban desa penampung jumlah penduduk dapat dikendalikan sesuai dengan daya dukung alam yang tersedia. Desa Jiwa Baru memiliki penduduk berjiunlah 1.481 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 399 KK. Jumlah penduduk laki-laki 781 jiwa (52,74 %), dan jumlah perempuan 700 jiwa (47,26 %). Jika dilihat dari umur penduduk maka secara keseluruhan berada pada usia yang produktif atau potensial, yakni berumur berkisar antar 16-20 tahun sampai 61-65 tahun.
  2. Mata Pencaharian. Jika dilihat dari mata pencaharian penduduk maka bersesuaian dengan kondisi alam Desa Jiwa Baru sebagai daerah pertanian, mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani Karet. Adapun mata pencaharian lainnya : pegawai negeri dan swasta. Suku Melayu Palembang mempakan suku mayoritas di Desa Jiwa Baru (85 %), sisanya terdiri dari penduduk bersuku minang, jawa dan bali, dengan agama mayoritas penduduk islam.
D. Potensi Adat dan Tradisi

Potensi Adat dan Tradisi yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : jujur, gambek ahi, ngumpulkan sanak, ngarak pengantin, lelang ongkol, bahasa
  1. Jujur (Patrilineal). Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Adat perkawinan, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, menggunakan sistem perkawinan isteri mengikuti kediaman suami.
  2. Ngambek Ahian. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi ngambek ahian, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan gotong royong. Ngambek akhi dalam bahasa Lubai, mempunyai makna mengambil hari suatu kegiatan memberikan tenaga bantuan kepada pihak lain agar dihari yang lain orang yang kita bantu tadi akan memberikan tenaga bantuan kepada pihak kita kembali. Pelaksanaan ngambek akhi biasanya dilaksana pada saat kegiatan musim nugal, yaitu acara menanam padi di ladang dalam bahasa Lubai "ume". 
  3. Ngumpulkan sanak. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi ngumpul sanak, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan mengumpulkan keluarga dalam rangka menghimpun dana dari sanak keluarga, untuk mensukseskan acara resepsi pernikahan putera-puterinya.
  4. Ngarak pengantin. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Ngarak pengantin, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan acara adat mengiringi kedua mempelai menuju tempat duduk pelaminan. Biasanya acara ini dilaksanakan dengan seni Terbangan.
  5. Lelang Ongkol. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Lelang ongkol, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan suatu tradisi yaitu melelang kue Engkak Ketan atau Ayam Bakar seekor utuh setiap pelaksanaan resepsi pernikahan. Panitian menawarkan kue Engkak Ketan atau Ayam bakar kepada hadirian, siapa yang berani menawar lebih tinggi biasanye dialah yang mendapatkan lelalang itu. Hasil dari pelelangan ini uang yang didapatkan langsung di umumkan pada acara resepsi perniakahan, jumlah dana yang terkumpul bisa mencapai sebesar Rp. 50.000.000,-
  6. Bahasa. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Bahasa, maka masyarakat di Jiwa Baru, dalam berkomuniskasi menggunakan bahasa Lubai. Bahasa Lubai, hampir sama dengan Bahasa Rambang, Bahasa Lematang, Bahasa Lahat, Bahasa Ogan. 
Demikian kajian potensi desa Jiwa Baru, semoga bermanfaat bagi kita semua dan kepada para pengunjung yang memiliki data akurat tentang potensi desa Jiwa Baru, kami harapan sudi kiranya memperbaiki tulisan ini.

Minggu, 01 Desember 2013

Balam Yayasan


Cerite / kisah masa lalu.

Balam Yayasan..............

Dami diperhatikan, banyak nian gune batang balam untok kehidupan menesie. Batang nye.........kalu lah besak pacak ditakok, buleh getah...............di jualkan pacak jadi duet. Dahan nye ye patah mantak di ijak kan Kehe atau di jambati leh simpai, di tetak-tetak ..................pacak di buat puntung api. Daun nye ye guguh mantak lah tue/ keheng.....................pacak dibuat sudu (semacam sendok), untok ngalerkan getah ke cangker ( biasenye terbuat dari sayak ni'oh) supaye dek melancuh ketanah. Segaretnye ye lah keheng (sejenis karet ) bekas getah yang mengalir di Pelat, pacak di buat untok ngidupkan api. Zaman dulu soal nye nanak / nggulai biasenye makai kayu (base lubai puntung)

Buah / buhak nye kalu lah tue ( ngeletek diwek) di pungoti untok : Dijadikan Bibet ( ditanam kembali), Diawetkan ( dibuat sebangse lok pekasam ikan) uji jeme lubai dikatekan Kedui, Dipakai untok bema'en leh budak-budak, seperti Maen Lupes, Sepidakan ( ngadu buhak balam, uman sape ye pecah...........biasenye di anggap kalah)

Dulu...................kalu nak mbuat kebun balam memang benah-benah sare/sulet.Disampeng banyak mahe / penyaket seperti Babi, Simpai, Cingkuk dan sebagai nye, bibet balam juge belum ade jualan nye. Pembibitan dilakukan dengan jalan mutehi buhak balam ye lah ngeletek (tue) dari kebun-kebun yang sudah ada.Karena itu lah sering kali jeme lubai mencari / mungoti buhak balam yang berasal dari kebun Jeme laen, ye mane batang balam nye di anggap temasok kelompok Balam Begetah.Batang balam biase nye be buah seta'un sekali.

Salah satu kebun balam ye temasok kelompok Batang balam begetah yaitu kebun balam Pasirah Kowi jeme gunong raje ye terletak di Talang Tebat ( suatu lokasi/ tempat di jalan lintas yang menghubungkan Desa Gunung Raja lubai dengan desa Baru Lubai kala itu).Kebun balam itu terkenal dengan sebutan Kebun Balam Yayasan.Balam Yayasan menuhut cerite dari mulut kemulut merupakan salah satu kelompok / Jenis batang balam ye paleng begatah untuk ukuran jeme lubai waktu itu.

Karena itu ketika musim ( dalam base lubai Uyangan) Buhak Balam datang, kebun balam Pasirah kowi tersebut sering rami di kunjungi oleh masyarakat yang ingin mutehi buhak balam tersebut untok dijadikan bibet.

Seiring dengan kemajuan zaman, sa'at ini Masyarakat daerah lubai ,mungken lah jarang atau bahkan dek ngatek lagi jeme behayau buhak balam.
Begitu juge dengan kwalitas Balam Yayasan (ye dulu ni di anggap balam paleng begetah), sekarang mungken sudah ja'oh ketinggalan dibandengkan dengan bibet balam Tempelan yang biase digunakan oleh Jeme lubai sa'at ini..

Apa pun keada'an yang terjadi sa'at ini dalam masalah pembudidaya'an Karet sebagai mata pencarian sebagian besar Masyarakat didaerah Lubai, namun tentunya kita semua juga tetap harus mengharga'i / meng hormati Almahum Pasirah Kowi sebagai salah se seorang Pelopor pengembang biakan Balam Yayasan, khususnya didesa Gunung Raja dan Desa Baru Lubai kala itu.
Semoga "Amala ibadah Almarhum" di terima oleh Allah Swt, baik atas jasa Beliau sebagai Pasirah Kepala Marga Lubai suku satu, mau pun sebagai pelopor pengembang biakan Balam Yayasan.

Kepada anak-anak Almahum Pasirah Kowi, saya mohon ma'af kalau dalam tulisan diatas ada kata-kata atau istilah yang menurut kalian tidak benar. Khusunya kepada Putri-putri Almarhum yang dulu kalau tidak salah sering ketemu (ketika masih bujang gades) seperti : Mulyana, Anna Maria, Hosiah

Jumat, 29 November 2013

Sejarah Jiwa Baru

Pada hakikatnya desa Jiwa Baru sudah ada sejak dahulu yaitu pada beberapa ratus tahun silam, hanya saja bukti-bukti sejarah belum terkodinir dengan baik, sehingga dalam penyusunan dan penulisan sejarah desa Jiwa Baru sampai kini, belum didapatkan bukti-bukti tertulis yang pasti. Kendatipun demikian menurut penuturan pemuka-pemuka masyarakat serta orang-orang lanjut usia sekiranya dapat di yakini ada dituturkan sebagai berikut :
1.       Asal Usul
Nama desa : Jiwa Baru dalam “bahasa Lubai disebut duson Jiwe Empai. Nama ini diambil dari nama 2 desa yang digabungkan yaitu : desa Kurungan Jiwa dan desa Baru Lubai. Setelah digabungkan, ada beberapa pilihan nama desa seperti : Kurungan Baru, Kurungan Lubai, Jiwa Baru, Jiwa Lubai, Baru Kurungan, Baru Jiwa, Lubai Kurungan, Lubai Jiwa. Nama Jiwa Baru ditetapkan menjadi nama desa, setelah 2 desa digabungkan tersebut
Desa Kurungan Jiwa adalah sebuah desa tua di marga Lubai suku 1, menurut penuturan masyarakat secara turun temurun, bahwa desa ini pada zaman dahulu, tempat bermukim para pendekar mempunyai ilmu pertahanan tubuh yang mempuni. Dikisahkan pada zaman pemerintahan kesultanan Palembang Darussalam berkuasa, sering datang serangan para pendekar dari daerah Pasemah, Pagar Alam ke marga Lubai suku 1, namun serangan itu dapat di halau oleh para pendekar desa Kurungan Jiwa
Desa Baru Lubai adalah sebuah desa tua di marga Lubai suku 1, menurut penuturan masyarakat secara turun temurun, bahwa desa ini semula letaknya di hulu desa Kurungan Jiwa, terletak dekat pemakaman umum. Sehubungan dengan desa Baru Lubai, tempat bermukim para kepala pemerintahan dan merupakan ibukota marga Lubai suku 1, maka desa ini dipindahkan kearah hilir, seperti letaknya saat ini. Berdasarkan penuturan dari Ayahanda penulis, Muhammad Ibrahim bin kakek Haji Hasan bin Puyang Aliakim bin Puyang Sinar bin Puyang Riamad bin Puyang Natakerti, bahwa yang pernah menjadi kepala marga Lubai suku 1 antara lain : Puyang Depati Subot, Pugok Pangeran Kori, Pugok Haji Muhammad Dum bin Puyang Maliki.
2.    Sumber sejarah
Untuk Onderafdeeling Lematang Ilir sebagai mana ditentukan oleh Staatsblad tanggal 27 Juni 1918 Nomor 352, telah mempunyai Dewan (Plaatselijke Raad atau Locale Raad), yang keluar oleh Controleur, dengan 23 orang anggota, yang terdiri dari 21 orang Bangsa Bumiputra (para Demang/Ass. Demang dan para Pasirah), dan 1 orang bangsa asing serta 1 orang bangsa Eropa, dengan berkedudukan di Muara Enim

Marga Rambang Kapak Tengah, Marga Lubai Suku I, dan Marga Lubai Suku II. termasuk dalam wilayah Pemerintahan Onderafdeeling Ogan Ulu. Desa Kurungan Jiwa dan Baru Lubai termasuk dalam wilayah pemerintahan marga Lubai suku 1

Makam tua terletak ditepi sungai Lubai, dekat Talang Haji, usianya diperkirakan sudah ratusan tahun, menurut penuturan Paman Yahmun bin Kakek Soleh, bahwa  makam itu salah satu Puyang pendiri desa Jiwa Baru


Pohon Tanjung tanaman puyang didekat Masjid Attaqwa, desa Jiwa Baru, batangnya berdiameter 100 centi meter, pohonya tinggi 15 meter, cabangnya banyak, daunnya rimbun bunganya lebat, diperkirakan sudah berusia ratusan tahun
3.       Letak desa
Desa Jiwa Baru sering disingkat Jibalub (Jiwa Baru Lubai, Jibar (Jiwa Baru), adalah salah satu desa dalam wilayah kecamatan Lubaikabupaten Muara Enimprovinsi Sumatera Selatan

Senin, 25 November 2013

Analisa SWOT

Pengelolaan Danau dan Rawa di wilayah Lubai dan Rambang mmenggunakan, Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths,weaknessesopportunities, dan threats).

Danau adalah sebuah cekungan di muka bumi dimana jumlah air yang masuk lebih besar dari air yang keluar. Bentang perairan darat yang juga banyak kita jumpai adalah danau. Secara sederhana, danau dapat diartikan sebagai suatu cekungan muka Bumi yang secara alamiah terisi oleh massa air (umumnya air tawar) dalam jumlah relatif besar. Sebagian besar sumber air yang mengisi cekungan danau berasal dari air hujan dan aliran sungai yang bermuara ke danau yang bersangkutan. Pada wilayah Lubai dan Rambang, sumber air danau dari Sungai Lubai dan Sungai Rambang.


Rawa juga dikatakan sebagai genangan air di daratan pada cekungan yang relatif dangkal. Pada wilayah Lubai dan Rambang, terdapat rawa yang airnya tidak selalu tergenang yaitu rawa yang menampung air tawar dilimpahkan air sungai Lubai dan Sungai RambangProses pergantian air yang senantiasa berlangsung mengakibatkan kondisi air di wilayah rawa tidak terlalu asam sehingga beberapa jenis hewan dan tanaman mampu hidup dan beradaptasi dengan wilayah ini.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan, sesuai dengan potensi dan permasalahan, maka berdasarkan data yang didapatkan dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan lahan pertanian di Lubai dan Rambang, bersifat kualitatif dengan melakukan identifikasi secara sistematis terhadap berbagai faktor yang melingkupinya. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats)

Identifikasi faktor internal dan eksternal dilakukan dengan metode brainstorming dengan tokoh-tokoh masyarakat dan hasil observasi lapangan. Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot melalui penghitungan beberapa aspek dari tiap faktor antara lain : 
  1. Urgensi faktor terhadap misi, meliputi nilai urgensi (NU) dan bobot faktor (BF). 
  2. Dukungan faktor terhadap misi, meliputi nilai dukungan (ND) dan nilai bobot dukungan (NBD). 
  3. Keterkaitan antar faktor terhadap misi, meliputi nilai keterkaitan, nilai rata-rata keterkaitan (NRK), nilai bobot keterkaitan (NBK). 
Penilaian aspek-aspek tersebut dilakukan secara kualitatif yang dikuantifikasi berdasarkan skala Likert dengan model skala nilai. Skala nilai yang dipakai antara 1 – 5. Adapun kriteria pemberian bobot sebagai berikut : 
5 = Sangat tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 
4 = Tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan
3 = Cukup tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan
2 = Kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 
1 = Sangat kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 

Disamping itu, diperhitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala dari 4 hingga 1, yaitu dari sangat menonjol sampai kurang menonjol. Perinciannya sebagai berikut : 
4 = Sangat menonjol 
3 = Menonjol 
2 = Cukup menonjol 
1 = Kurang menonjol

Untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan sekaligus menghindari subyektifitas penilaian, tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam suatu tim kerja untuk melakukan brainstorming berdasarkan penilaian masing-masing tanpa pengaruh dari pihak lain. Penilaian tim kerja dilakukan terhadap nilai rrgensi (NU), nilai dukungan (ND), nilai keterkaitan (NK) dan rating. 

Untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan sekaligus menghindari subyektifitas penilaian, tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam suatu tim kerja untuk melakukan brainstorming berdasarkan penilaian masing-masing tanpa pengaruh dari pihak lain. Penilaian tim kerja dilakukan terhadap nilai rrgensi (NU), nilai dukungan (ND), nilai keterkaitan (NK) dan rating.

Dengan menghubungkan keterkaitan unsur-unsur internal dan eksternal dalam bentuk matrik SWOT seperti dalam Tabel 2, akan diperoleh dasar-dasar perencanaan strategi. Ada empat strategi yang diperoleh dari matrik tersebut : 
  1. Strategi SO : yaitu membuat strategi dengan cara menngunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
  2. Strategi WO : yaitu membuat strategi dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
  3. Strategi ST : yaitu membuat strategi dengan cara menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
  4. Strategi SO : yaitu membuat strategi dengan cara meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. 
Dari analisis matrik SWOT tersebut akan dihasilkan alternatif strategi pengelolaan Danau dan rawa di wilayah Lubai dan RambangStrategi-strategi alternatif yang didapatkan kemudian diukur ber -dasarkan keterkaitannya dengan beberapa unsur. Unsur-unsur yang digunakan antara lain : 
  • Urgensi 
  • Kemampuan kendali 
  • Biaya 
  • Fisibilitas sosial 
  • Fisibilitas administrasi 
  • Landasan legal 
Keterkaitan dengan unsur-unsur tersebut diberikan nilai dari 1 – 5, dimana semakin tinggi nilainya berarti keterkaitan dengan unsur tersebut semakin besar dan relatif tidak ada kendala dalam mendukung alternatif strategi yang ditawarkan. 
Perinciannya sebagai berikut : 
1 = Sangat rendah 
2 = Rendah 
3 = Cukup 
4 = Tinggi 
5 = Sangat tinggi 

Dari penjumlahan nilai-nilai unsur terkait didapatkan 4 (empat) strategi dengan nilai tertinggi yang dijadikan sebagai urutan prioritas pemecahan masalah. 

Minggu, 24 November 2013

Mengapa Tinggalkan Aku

Mengapa tinggalkan aku...
Memang benah, jeme lubai diera taun 70 an jarang ye pegi merantau. Soalnye idup didusun zaman itu, pecaknye memang menyenangkan. Rasa kebersama'an, hase kekeluarge'an maseh sangat kental. Hal tersebut dapat menutupi kekurangan yang terjadi disektor mate pencari'an dari masyarakat itu sendiri. Misal nye dek ngatek rempahan gulai, muteh tehung sebuhak due di ume jeme ye kite lalu'i nai nakok dek de kan jadi hal. Kele kebile ahi tegah jeme tuan nye tinggal ngumong ba'i

Jeme ye pegi merantau waktu itu lebeh banyak didominasi leh Bujang. Bujang-bujang ini pegi ninggal kan dusun dengan alasan macam-macam :
  • Ade ye merantau nak nyakah ilmu ( sekolah/ ngaji)
  • Ade juge ye pegi ninggalkan dusun, mantak dek kawe nakok.
  • Kadang tu ade juge ye lahi nai dusun mantak kecek ati.
Bujang ye pegi merantau mantak kecek ati biasenye menyangkut masalah pribadi dari bujang tersebut. Misalnye Si Bujang lah bekendak (betepak) ke gades, entah pedie hal nye rasan itu laju urung

Suatu ketika adelah sorang Bujang bername Si Pulan ye waktu itu tinggal diwek'an didusun. Kebetulan si Pulan ini disampeng hidup sebagai Yatem Piatu, die juge dek ngatek pekakangan ngan pehadengan. Cuman si Pulan ini didusun dikatekan jeme temasok Jeme Neman (galak begawi). Jadi enggoh die idup suhang, banyak juge Gades linjang ngan die. Didusun keluarge dekat si Pulan cuman ade Pemamak'an ngan Pe ibungan nai sebelah umaknye. Jeme hang due itu kadang2 langgok juge ngan Si Bujang

Diam-diam si Bujang hupenye jatuh cinte ngan seorang gades didusun itulah, kalu dek salah namenye Si Eneng.Si Eneng ini taunye jeme nye calak. Nganeng si Bujang galak ngan die, Si Eneng gancang2 minte bukti. Mbak selijok betepeklah si Bujang. Barang ye di titepkan itu berupe selembar siwet panjang peninggalan almarhumah Umaknye ngan Sebilah Kehes bahi Pesake Ebaknye. 
Mulak'i nai sane si Bujang ini harus ngikuti adat istiadat dusun.Musem nebang, ngule nebang, musem ngandang, milu ngandang..................pukok nye pedie ba'i pengawian di humah si Eneng, si Pulan selalu tampel didepan.Entah kebile rasa kan laju, pukok nye mbak uji peranggohan jeme dusun tu lah pakam ni'an (kecuali ajal ba'i ye pacak ngurungkan nye)

Malang dek pacak di tulak....................Seorang pemuda pendatang, yang berstatus sebagai Mahasiswa KKN dari salah perguruan tinggi di desa tersebut telah merubah arah jalan pikirian si Eneng. Si Eneng sebagai salah se orang pengurus karang taruna, tentu saja gampang untuk mengenal lebih dekat pemuda pendatang tersebut. Namun mereka sama sekali tidak menampakan adanya hubungan istimewa (Pecak lok bekelinjangan mak itu) dihadapan muda mudi desa tersebut. Hal ini lah yang membuat Si Pulan tidak curiga dengan si Eneng. Sampai akhirnya masa KKN selesai, hubungan antara si Eneng dan Pemuda itu kelihatanya hanya biasa2 saja.

Untung dek pacak diraih.............................
Tige tahun kemudian Si Eneng di bawe jeme tuenye ke kota untok menghaderi pesta perkawenan keluarga. Anehnye ......enggoh lah be kendak, si Pulan dek de di ajak'i. Malah si Pulan di ajung temalam ke ume ebaknye si Eneng untok nunggu'i kebun mengale supaye dek de dimakan babi. Namun alangkah tekejutnye Si Pulan, sebab waktu Umak ngan Ebak si Eneng balek nai kota..............si Eneng dek milu balek ke dusun.
Si Pulan cuman dikihemi selembar surat ye isinye kire2 mak ini:
Kang aku minte ma'af.................... Rasan kite lah urung, sebab aku mak ini lah maleng lahi ngan bujang ye KKN di dusun kite dulu ni.Siwet ngan kehes mon kakang endaknye, ambek ngan umak. Terimekaseh...........selame ini kakang lah sare ngule. Salam hormat nai aku...............Si Eneng.
Dek miker due kali si Pulan langsung mentali pakaian, lahi ninggal kan dusun. Singkat cerite ................beberapa taun kemudian si Pulan ngihem surat ke Pemamak'an ngan Pe Ibungan nye didusun. Die nyeritekan keada'an nye mak ini ahi dirantau. Si Pulan juge Nitep pesan ke Ebak ngan Umak si Eneng. Isi pesannye Tulung Enjok kan kehes duluni ke Pemamak'an nye, sedangkan siwet mon giade enjokan ke Pe Ibungan nye. Di Bagaian akher dari surat tersebut ,si Pulan nules pantun ye baeknye sebagai berikut :

Makmak .........oi Makmak
Tulung Naseb ku.............
Ibung .............oi Ibung
Tulung Nasebku..............

Didusun di tinggal Kundang.........
Dirantau ampe melayang............
Dek ngatek badah begantung......
Denie lok kan umbang................

Pak Marsudi

Pak Marsudi..............Kepale Tasiun Sepur Pagar Gunong ye baek ati. Ini lah name2 Sepur ye galak lalu / melintasi Tasiun Pagar Gunong sekita taun 70 an.
  1. Sepur Espres. Merupakan sepur ye paleng bagus zaman itu.Sepur ini ngangkuti Jeme (penumpang) trayek Pelimbang - Tanjungkarang 
  2. Sepur Kabat. Name KABAT singkatan nai Kereta Api Barang Cepat.Sesuai dengan namenye, sepur ini bejalan gagah dek kejamak'an.Gerbong ye ditarek banyak, sebagian besar isinye barang2 kebutuhan Masyarakat 
  3. Sepur Senel. Entah pedie maksud Senel, kami juge dek tau.Tapi kalu kami kinak, Sepur itu biasenye mawe Batu/ perelatan untok menahi jalan sepur. Kadang tu digabung pule ngan gerbong ye bulat lok tengki untok ngankuti minyak pertamina 
  4. Sepur Kelingker. Sepur ye mawe'i Setingkol (batu bara) untok pajohan Lok / Kepala Sepur.Soalnye waktu itu seluruh sepur maseh nggunekan LOK Kepalak Itam (bukan Diesel)
  5. Sepur Lamsam.  Ini lah sepur penumpang ye behadu disetiap tasiun. Dikatekan Lamsam, mantak Sepur ini bejalan nye mai gelamai lok kan sampai lok dek de.Lamsam mondek salah singakatan nai kete Lambat Sampai
Zaman dulu Sepur merupakan sarana transportasi ye paleng di andalkan leh Masyarakat, temasok Jeme daerah Lubai. Penyebabnye antare laen karene Mubel lum banyak ige lok mak ini ahi. Hude itu hamper seluruh bakal / jalan raya rusak berat. Ape lagi kalu musem ujan, uji jeme lubai di tengah bakal perses lok kubangan babi. Cuman mubel kepalak gajah ngan Mubel Dodge ba'i ye pacak lalu. Itupun harus ade LER (sebangse tali ye begulung diwek) dan ditambangkan dibatang kayu besak pade sa'at mubel telumpur

Sebagai tasiun kecek, bisanye Pagar Gunong cuman ditambati leh Sepur Lamsam. Sepur la'en rate2 Loncnong ( dek behadu) di tasiun itu. Masyarakat juge maklum, ngan aturan ye dibuat leh jeme besak di PERUMKA ( mak ini lah jadi PT KAI).Tekale itu haper tiap pagi Tasiun Pagar Gunong dipenohi leh jeme, baek ye nak pegi ke arah Pelimbang mak itu juge ye nak ngacung ke Baturaje. Gale2 nye nunggu sepur Lamsam ye kan lalu.Kadang tu dek jarang sepur lamsam ye di tunggu leh Masyarakat ternyate Batal/ dek bejalan.Kabar batalnye sepur ini rate2 ngaget/ mendadak. Mak lum lah sarane telpon di tasiun zaman itu maseh ye ingkol2an makai kabal sepanjang jalan sepur, jadi kalu ade batang kayu huboh atau Kehe ye begantung di kabal telpon tengah utan pacak nian perage'an (pembicara'an antare kepale tasiun teganggu) binyi nye dek jelas.

Nah...............tekale itu lah Peranan Pak Marsudi selaku kepale Tasiun menjadi sangat penting sekali bagi masyarakat ye lah telanjur nak berangkat naek sepur. Dari namenye lah pacak kite tebak, bahwe Pak Marsudi itu adelah Hang Jawe.Tapi uji enggoh Die hang jawe pak Marsudi lah pacak nian dengan tabiat jeme daerah Lubai. Jeme lubai kalu lah kesal, sediket dek ngatek penakut.Jangankan sepur Kabat, Senel, Kelingker..................sepur espres ba'i lagi diluntu'i /disibat (bace di lempar) jeme ngan batu.Pada sa'at ketika sepur lamsam batal, pak Marsudi berani mepertarukan jabatan nye demi untok masyarakat Lubai ye nak bepegian. Beliau Nggalang ( bace :memberhentikan) setiap Sepur ye lalu , walaupun seharusnya sepur itu dek behadu di Tasiun Pagar Gunong.Sinyal ( base Lubai Tande) untok sepur nak masok dek de langsung dibukak, supaye sepur lah ngerem nai ja'oh sebelum sampai di tasiun.Sedangkan sinyal untok sepur berangkat belum diceluetkan ke pucok, sebelum jeme ye nak betinggeh kesepur lah na'ek gale.

Terimekaseh Pak Marsudi, semoga perbuatan/alam baek mu diberikan ganjaran ye setimpal oleh Allah SWT. Amin...............

Jumat, 22 November 2013

Berkebun Gaharu

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur. 
 
Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara penghasil gaharu di dunia, karena mempunyai lebih dari 25 jenis pohon penghasil gaharu yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NusaTenggara, Maluku dan Papua. Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini banyak diminati oleh konsumen, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada saat ini teknik budidaya tanaman penghasil gaharu telah dikuasai dengan baik, dari mulai kegiatan perbenihan, persemaain, penanaman dan pemeliharaannya. Di wilayah Lubai dan Rambang sebenarnya pohon tumbuh liar dihutan-hutan, namun saat ini kemungkinan pohon ini sudah sangat berkurang jumlahnya dikarenakan hutan-hutan tersebut sudah berubah fungsi menjadi lahan pertanian kebun Karet dan kebun Sawit
 
Adapun beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya pohon penghasil gaharu adalah sebagai berikut :
  1. Persyaratan Tumbuh. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, pohon penghasil gaharu perlu ditanam pada kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya di alam. Tempat tumbuh yang cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit sampai ketinggian 750 meter di atas permukaan laut 
  2. Penanaman. Penanaman bibit penghasil gaharu dapat dilakukan secara agroforesty (tumpangsari) dengan tanaman jagung, singkong, pisang atau ditanam di sela-sela tanaman pokok yang telah tumbuh terlebih dahulu, seperti karet, akasia, sengon, kelapa sawit, dan lain-lain. Pada tahap awal pertumbuhan di lapangan bibit penghasil gaharu memerlukan naungan. Dengan mengatur jarak tanam yang tepat, maka tanaman penghasil gaharu tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Apabila tanaman penghasil gaharu akan ditanam pada hamparan lahan yang luas dan masih kosong (monokultur), maka jarak tanam dapat dibuat 3 X 3 m,  3 x 4 m, 3 x 5 m, 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m
  3. Pemeliharaan. Tanaman penghasil gaharu pada umur 1-3 tahun perlu dipelihara secara intensif, terutama mengurangi gangguan dari gulma. Karena tanaman penghasil gaharu telah bermikoriza, maka penggunaan pupuk kimia dapat diminimalisir. Setelah tanaman berumur 4-6 tahun, barulah tanaman penghasil gaharu siap untuk diinduksi secara buatan dengan menggunakan jamur pembentuk gaharu
  4. Pemanenan. Pemanenan gaharu dapat dilakukan minimum 1- 2 tahun setelah proses induksi jamur pembentuk gaharu Apabila ingin mendapatkan produksi gaharu yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka proses pemanenan dapat  dilakukan 2-3 tahun setelah proses induksi jamur.Teknik pemanenan dan keahlian dalam pemilahan kayu gaharu (Gubal dan kemedangan) 
Rekayasa Produksi
 
Tahapan rekayasa produksi gaharu secara buatan melalui beberapa proses  sebagai berikut :
  1. lsolasi jamur pembentuk. lsolat jamur pembentuk diambil dari jenis pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh jenis pohon yang dibudidayakan 
  2. ldentifikasi dan skrining. lsolat jamur pembentuk diidentifikasi berdasarkan taksonomi dan morfologinya. Proses  skrining dilakukan dengan menggunakan postulat koch untuk memastikan jamur yang memberikan respons pembentukan gaharu, memang berasal dari jamur yang diinokulasi 
  3. Teknik perbanyakan inokulum. Biakan murni jamur pembentuk gaharu dapat diperbanyak pada media cair dan media  padat.  Diperlukan keterampilan khusus dalam memperbanyak jamur agar proses kemurnian dan  peluang masing-masing jenis jamur pembentuk gaharu akan memberikan respon yang berbeda  apabila disuntik pada jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda 
  4. Teknik induksi. Teknik induksi jamur pembentuk gaharu dilakukan pada batang pohon penghasil gaharu. Reaksi pembentukan gaharu akan dipengaruhi oleh daya tahan inang terhadap induksi jamur dan kondisi lingkungan. Respon inang ditandai oleh perubahan warna coklat setelah beberapa bulan disuntik. Semakin banyak jumlah  lubang dan inokulum dibuat maka semakin cepat pembentukan gaharu terjadi. Proses pembusukan batang oleh jamur lain dapat terjadi apabila teknik penyuntikan tidak dilakukan sesuai prosedur