Sebutir Pasir Lubai

.

Senin, 16 Desember 2013

Pola Persebaran Desa

Pola persebaran desa di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu:
  1. Pola Memanjang (linier). Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah. Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman. Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati fasilitas transportasi. Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai. Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk mendekati prasarana transportasi seperti jalan dan sungai sehingga memudahkan untuk bepergian ke tempat lain jika ada keperluan. Di samping itu, untuk memudahkan penyerahan barang dan jasa.
  2. Pola Desa Menyebar. Pola desa ini umumnya terdapat di daerah pegunungan atau dataran tinggi yang berelief kasar. Pemukiman penduduk membentuk kelompok unit-unit yang kecil dan menyebar.
  3. Pola Desa Tersebar. Pola desa ini merupakan pola yang tidak teratur karena kesuburan tanah tidak merata. Pola desa seperti ini terdapat di daerah karst atau daerah berkapur. Keadaan topografinya sangat buruk.

Fungsi Desa

Fungsi desa adalah sebagai berikut:
  1. Desa sebagai hinterland (pemasok kebutuhan bagi kota)
  2. Desa merupakan sumber tenaga kerja kasar bagi perkotaan
  3. Desa merupakan mitra bagi pembangunan kota
  4. Desa sebagai bentuk pemerintahan terkecil di wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia
Ciri-ciri Masyarakat Desa 

Kehidupan keagamaan di kota berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa. Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.

Pengertian Desa


Desa, atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.


Desa menurut aktivitasnya
  1. Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunanan.
  2. Desa industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri kecil rumah tangga.
  3. Desa nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang perikanan dan pertambakan.
Desa menurut perkembangannya
  1. Desa Swadaya, adalah desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri: Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya. Penduduknya jarang. Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris. Bersifat tertutup. Masyarakat memegang teguh adat. Teknologi masih rendah. Sarana dan prasarana sangat kurang. Hubungan antarmanusia sangat erat. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
  2. Desa Swakarya, adalah peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Ciri-ciri desa swakarya adalah: Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh. Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain. Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
  3. Desa Swasembada, adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Ciri-ciri desa swasembada: Kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan. Penduduknya padat-padat. Tidak terikat dengan adat istiadat. Telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain. Partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

Senin, 09 Desember 2013

Jelutung Rawa

Di Indonesia terdapat dua jenis jelutung, yaitu: Dyera costulata Hook. F. dan Dyera lowii Hook. F. Kedua jenis ini termasuk famili Apocynaceae. Jelutung, di Kalimantan disebut pantung, di Sumatera disebut labuai, di Semenanjung Melayu disebut ye-luu-tong, dan di Thailand disebut teen-peet-daeng.

Pohon jelutung berbentuk silindris, tingginya bias mencapai 25-45 m, dan diameternya bisa mencapai 100 cm. Kulitnya rata, berwarna abu-abu kehitam-hitaman, dan bertekstur kasar. Cabangnya tumbuh pada batang pohon setiap 3-15 m. Bentuk daunnya memanjang, pada bagian ujungnya melebar dan membentuk rokset. Sebanyak 4-8 helai daun tunggal itu duduk melingkar pada ranting. Jelutung berbunga dua kali setahun. Bunga malainya berwarna putih, dan buahnya berbentuk polong. Apabila sudah matang, buahnya pecah untuk menyebarkan biji-bijinya yang berukuran kecil dan bersayap ke tempat di sekitarnya.

Jelutung tumbuh baik di daerah hutan hujan tropis yang beriklim tipe A dan tipe B menurut Schmidt & Ferguson; tanah berpasir, tanah liat, dan tanah rawa; dengan ketinggian tempat tumbuhnya 20-80 m dari permukaan laut.


Jelutung rawa (Dyera pollyphylla Miq. Steenis atau sinonim dengan D. lowii Hook F) merupakan jenis pohon lokal (indigenous tree species) hutan rawa yang prospektif untuk dikembangkan pada hutan rakyat di lahan rawa karena keunggulan ekologi dan ekonomi yang dimilikinya. Jelutung rawa mempunyai daya adaptasi yang baik dan teruji pada lahan rawa, pertumbuhannya relatif cepat dan dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal, mempunyai daya adaptasi yang baik dan telah teruji pada lahan rawa mempunyai pertumbuhan yang cepat (riap diameter 2,0 – 2,5 cm/tahun, riap tinggi 1,6 – 1,8 m/tahun) dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan minimal mempunyai hasil ganda, getah (untuk permen karet, kosmetik, isolator) dan kayu (untuk pencil slate, vinir, moulding) sudah dikenal dan dimanfaatkan lama oleh masyarakat dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, pada masa produktif disadap getahnya, pada akhir daur dimanfaatkan kayunya.



Pemilihan jelutung di lahan rawa didasari beberapa alasan sebagai berikut.


  1. Kemampuan beradaptasi pada lahan rawa telah teruji. Daya adaptasi yang baik pada lahan rawa merupakan syarat mutlak bagi suatu jenis pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi lahan rawa terdegradasi. Jelutung mempunyai daya adaptasi yang baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang berkala.
  2. Pertumbuhan yang relatif cepat. Jelutung mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat, pada kondisi alami riap diameter pohon berkisar antara 1,5 – 2,0 cm per tahun (Bastoni dan Riyanto, 1999). Pohon jelutung yang dibudidayakan dengan pemeliharaan semi insentif riap diameternya dapat mencapai 2,0 – 2,5 cm per tahun (Bastoni, 2001).
  3. Dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal. Jelutung dapat dikembangkan untuk hutan rakyat di lahan rawa dengan gangguan terhadap lahan yang sangat minimal. Hal ini dimungkinkan sebab penanaman jelutung di lahan rawa dapat dilakukan tanpa pembuatan kanal untuk sistem drainase. Pembuatan kanal merupakan bentuk gangguan berat pada lahan yang berdampak negatif, seperti: terjadinya perubahan status hidrologi dari kondisi tergenang menjadi tidak tergenang, terjadinya penurunan tebal lapisan (subsidence) dan menyebabkan sifat kering tak balik. Kondisi tersebut menyebabkan lahan rawa menjadi sangat rawankebakaran pada musim kemarau.
  4. Hasil ganda (getah dan kayu). Pengembangan jelutung mempunyai prospek yang baik karena kedua jenis produk pohon jelutung (getah dan kayu) memiliki banyak manfaat. Kayu jelutung berwarna putih kekuningan, bertekstur halus, arah serat lurus dengan permukaan kayu yang licin mengkilap. Sifat kayu jelutung tersebut sangat baik digunakan sebagai bahan baku industri mebel, plywood, moulding, pulp, patung dan pencil slate. Getah jelutung dapat digunakan sebagai bahan baku permen karet, isolator dan soft compound ban. Pasar kayu jelutung di dalam negeri relatif baik, hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan baku industry pencil slate yang mencapai 180.670 m3 per tahun (Bastoni dan Lukman, 2004).
  5. Masukan (input) biaya budidaya relatif rendah. Bastoni dan Karyaatmadja (2003) menyatakan bahwa dalam jangka waktu tiga tahun biaya yang dikeluarkan pada pembangunan hutan tanaman jenis jelutung untuk bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan sekitar Rp2,88 juta per ha lahan. 
  6. Masyarakat telah mengenal jelutung. Jelutung dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, yaitu pada masa produktif disadap getahnya dan ada saat produktivitas getahnya menurun dapat dimanfaatkan kayunya. Pola budidaya jelutung mirip dengan karet, yaitu hasil getah mulai umur 8-10 tahun sampai sepanjang daur dan hasil kayu pada akhir daur. Kemiripan budidaya jelutung dengan karet menjadikan masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk membudidayakannya. 
Perkecambahan

Jelutung rawa berbuah setiap tahun dengan musim raya setiap 2 tahun. Pohon berbunga pada bulan Nopember. Buah telah matang dan dapat dipanen pada bulan April – Mei.Buah jelutung rawa berbentuk polong berjumlah 2 buah pada setiap tangkainya. Panjang polong 12 – 26 cm (rata-rata 23 cm), berat kering polong 20,2 – 31,9 gram (rata-rata 28,02 gram), jumlah biji per polong 12 – 26 biji (rata-rata 18 biji). Buah yang telah masak fisiologis pecah setelah dijemur 1 – 3 hari,kemu- dian biji diambil dari polongnya Masa simpan benih pendek (1 – 3 bulan), yang terbaik benih langsung dikecambahkan setelah direndam selama 2 jam, ditiriskan kemudian ditabur pada media pasir yang telah dibasahi & disemprot dengan fungisida. Benih yang telah ditabur pada media pasir dijaga kelembabannya dengan cara disiram setiap hari. Benih mulai berkecambah 1 minggu setelah penaburan yang ditandai oleh keluar- nya akar, setelah 1 bulan kotiledon mekar sempurna kemudian akan tumbuh sepasang daun pertama yang menandakan kecambah siap disapih. 

Pembibitan

Pembibitan dilakukan secara generatif menggunakan benih. Pembibitan menggunakan metode vegetatif makro (stek) dan mikro (kultur jaringan ) belum dikuasai. Penyapihan bibit sudah dapat dilakukan setelah kotiledon berkembang penuh atau setelah keluar sepasang daun sekitar 50 – 60 hari (2 bulan) setelah penaburan benih. Media sapih bibit yang digunakan sebaiknya banyak mengandung bahan organik, atau campuran tanah mine- ral dan bahan orga- nik. Pertumbuhan bibit terbaik dicapai pada perlakuan komposisi media sapih 60% gambut dan 40% tanah mineral (top soil) serta dosis pupuk NPK sebesar 0,5 – 1,0 gram/bibit. Penyapihan bibit dilakukan pada persemaian permanen atau semi permanen yang dinaungi sarlonet dengan intensitas naungan 50 – 75 persen. Polibag yang dapat digunakan untuk pe-nyapihan bibit berukuran 15 x 12 cm atau lebih besar tergantung lama waktu penanaman. Kriteria bibit siap tanam: tinggi 25 – 40 cm, diameter 0,5 cm, jumlah daun 8 – 12 helai, batang lurus, perakaran sudah me-nyatu dengan media. Umur bibit siap tanam tergantung dari cara pembibitannya. Pada pembibitan manual (tanpa genangan) bibit siap tanam 8 – 10 bulan setelah sapih. Pembibitan sistem genangan buatan setinggi 30% dari tinggi polibag, bibit siap tanam 4 – 6 bulan setelah sapih dan konsumsi air 28 kali lebih hemat daripada pembibitan manual.

Persiapan Lahan

Jelutung rawa termasuk jenis pohon yang membutuhkan cahaya penuh untuk pertumbuhannya. Jenis ini cocok ditanam pada hutan rawa gambut yang terbuka, seperti areal bekas tebangan dan kebakaran. Pada areal terbuka bekas kebakaran, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar jalur 1,5 – 2,0 m dan jarak antar jalur 5 m, jarak tanam 5 x 5 m. Setelah pembuatan jalur dilakukan pemasangan ajir dan pembuatan gundukan gambut. Tujuannya untuk mengumpulkan massa tanah untuk tempat berjangkarnya perakaran tanaman dan meninggikan bagian tanah agar bibit tidak terendam air. Tinggi gundukan minimal 50% dari tinggi genangan air pada puncak musim hujan. Pada areal terbuka bekas tebangan, untuk tanaman pengayaan, penyiapan lahan dilakukan dengan sistem jalur, lebar jalur 2 – 3 m dan jarak antar jalur 10 m, jarak tanam 5 x 10 m.

Penanaman dan Pemeliharaan

Sebelum penanaman, bibit diadaptasikan di tempat terbuka selama 1 bulan dengan cara pembukaan sarlonet di persemaian. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan (Oktober) sebelum genangan air rawa tinggi, dan tinggi bibit perlu disesuaikan dengan tinggi genangan air. Tinggi bibit minimal sepertiga lebih tinggi dari genangan air pada puncak musim hujan. Pemeliharaan tanaman dilakukan minimal sampai umur 3 tahun, berupa pembebasan tumbuhan bawah dan pemupukan. Pada tahun pertama pembebasan tumbuhan bawah dilakukan minimal 3 kali. Pada tahun kedua dan ketiga pembebasan tumbuhan bawah dilakukan masing-masing 2 kali. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali pada awal dan akhir musim hujan sampai tanaman berumur 3 tahun. Pupuk yang digunakan NPK tablet dengan dosis 20 – 30 gram (2 – 3 tablet) per tanaman setiap periode pemupukan.

Penyadapan Getah Jelutung

Daun jelutung mirip sekali dengan daun pulai. Bijinya berada dalam polong lonjong berwarna coklat.
Tanah Rawah dan Tanaman kayu Jelutung

Persemaian
Pembibitan
Nah daripada rawa terbuka tak memberi manfaat, mari kita tanami dengan tanaman permen karet. Selain memberi hasil, penutupan lahan rawa juga bisa menyumbang penyerapan karbon. Artinya, sambil mengurangi pemanasan global, kita dapat hasil.
Sumber info : http://baltyra.com

Rabu, 04 Desember 2013

Solusi Pemekaran

Beberapa Solusi Pemekaran Suatu Daerah yaitu :
  1. Penyelarasan Antara Syarat dan Administrative Dengan Aspirasi
  2. Penguatan Aspirasi Pemekaran Dan Komunikasi Antara DPRD - Pemerintahan
  3. Ketersediaan Data Dan Fakta Lapangan
  4. Ketersediaan Tenaga Ahli Dan Team

Alasan Pemekaran

Beberapa alasan untuk memekaran suatu Daerah yaitu :

  1. Pelayanan, lebih baik, lebih cepat, lebih murah
  2. Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat
  3. Untuk Pemerataan Pembangunan
  4. Adanya Aspirasi masyarakat

Prospek Pemekaran

Beberapa tinjauan Prospek Pemekaran suatu Daerah yaitu :

  1. Jumlah Penduduk, cukup/tidak cukup
  2. Persyaratan Administatif, lengkap/tidak lengkap
  3. Kemampunan Daerah, Keuangan dan Sumber Daya Alam
  4. Rekomendasi Daerah Induk/Atasan, sudah/belum jelas

Dasar Umum Pemekaran

Dasar Umum untuk memekarkan suatu daerah yaitu :

  1. Di lindungi oleh Undang-undang
  2. Terlalu luasnya Daerah
  3. Cita-cita Perbaikan Kesejahteraan Rakyat
  4. Cita-cita Keadilan da Pemerataan Pembangunan

Implikasi Pemekaran

Secara umum, beberapa implikasi pemekaran daerah antara lain adalah : 
  1. Implikasi di bidang Politik Pemerintahan. Dari sisi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik. 
  2. Implikasi di bidang Sosio Kultural. Dari dimensi sosial, kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru.
  3. Implikasi Pada Pelayanan Publik Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. 
  4. Implikasi Bagi Pembangunan Ekonomi. Pemekaran dianggap sebagai cara untuk meningkatkan pembangunan di daerah miskin, khususnya dalam kasus pembentukan kabupaten baru. Adanya pemekaran dinilai akan memberi kesempatan kepada daerah miskin untuk memperoleh lebih banyak subsidi dari pemerintah pusat (khususnya melalui skema DAU dan beberapa DAK), hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut. 
  5. Implikasi Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional. Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting

Kajian Pemekaran

Dalam wacana publik dan kajian akademis diuraikan dorongan pemekaran selama ini lebih banyak muncul dari tuntutan daerah. Beberapa alasan utama daerah mengajukan pemekaran antara lain adalah : 

  1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut data IRDA, kebutuhan untuk pemerataan ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah. 
  2. Kondisi geografis yang terlalu luas. Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayanan publik tidak pernah terlaksana dengan optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif. 
  3. Perbedaan Basis Identitas. Alasan perbedaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk. 
  4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah. 
  5. Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah-daerah baru hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil Sumber Daya Alam, dan Pendapatan Asli Daerah

Selasa, 03 Desember 2013

Potensi desa Jiwabaru

A. Potensi Umum


Potensi Umum yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : batas, jarak, luas dan kondisi tanah.

  1. Batas desa. Batas desa Jiwa Baru : sebelah Utara berbatasan dengan desa Gunung Raja, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Pagar Gunung, sebelah Timur berbatasan dengan desa Kuang Dalam dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Suka Merindu.
  2. Jarak desa. Jarak desa Jiwa Baru desa Beringin (ibukota kecamatan) 18,3 kilo meter, dengan waktu tempuh 27 menit dengan kendaraan bermotor, jarak dengan kota Muara Enim (ibukota kabupaten) 117 kilo meter, dengan waktu tempuh 1 jam 57 menit dengan kendaraan bermotor, jarak dengan kota Palembang (ibukota provinsi) 105 kilo meter, dengan waktu tempuh 2 jam 19 menit dengan kendaraan bermotor.
  3. Luas desa. Luas wilayahnya desa Jiwa Baru … hektar, dengan rincian untuk pemukiman penduduk … hektar, untuk perkebunan … hektar, untuk persawahan … hektar dan sisanya untuk lain-lain.
  4. Kondisi Tanah. Desa Jiwa Baru memiliki tanah yang subur dan daratan rendah yang potensial untuk dikembangkan. Dengan keberadaan tanah yang subur tersebut ditambah dengan ditumbuhi rumput yang hijau maka cocok untuk lahan perkebunan Kelapa Sawit dan perkebunan Karet, begitu juga dengan jenis tanaman lain, seperti Nenas, Kacang-kacangan, dan sayur-sayuran lainnya. Luas keseluruhan tanah yang terdapat di desa Jiwa Baru adalah … hektar. Dengan rincian luas tanah menurut pemanfaatannya : Tanah Fasilitas Umum ... hektar, Tanah Perkebunan … hektar, Tanah Peladangan … hektar, Tanah Sawah … hektar, Tanah Rawa … hektar, Tanah Hutan … hektar
B. Potensi Sumber Daya Air

Potensi Sumber Daya Air yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : sungai, danau dan rawa
  1. Sungai. Untuk potensi sungai di desa Jiwa Baru terdapat sebuah sungai dengan kategori sungai sedang, memiliki air yang agak jernih, bebas pencemaran, dan berarus tenang. Sungai yang dimaksud adalah Sungai Lubai, sungai ini mengaliri desa-desa tua di Lubai, berawal dari sumber air di dekat desa Simpang Meo, Tanjung Agung, Muara Enim berakhir muaranya di sungai Rambang di dekat desa Lubuk Keliat, Rambang Kuang, Ogan Ilir. Selain sungai Lubai di desa Jiwa Baru, terdapat juga kecil yaitu : Sungai Mahang, Sungai Gambir, Sungai Pegang, Sungai Pematang, Sungai Puhun, Sungai Sehokdian, Sungai Sepape, Sungai Sabut. Berkaitan dengan potensi sungai, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan sungai untuk dijadikan tempat wisata/istirahat sekaligus sebagai tempat mencari protein hewani bagi penduduk desa Jiwa Baru dengan memancing ikan, dan pembuatan kerambah disepanjang bantaran Sungai Lubai, sehinga potensi sungai dapat dioptimalkan menjadi sumber peningkatan perekomian masyarakat sektor perikan seperti : ikan Gabus, ikan Baung, ikan Toman, ikan Bujok, ikan Lampam, ikan Kepatung, ikan Kepipel, ikan Kepah.
  2. Danau. Untuk potensi danau di desa Jiwa Baru terdapat beberapa danau yaitu : danau Jambu Humbai, danau Petedoh, danau Lubai Mati, danau Kuali Gane, danau Hiu-hiu, danau Katung, danau Kemuton, danau Tehap. Dari beberapa danau tersebut ada sebuah danau yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata yaitu Danau Jambu Humbai terletak di dekat Jiwa Baru, memiliki daya tarik yang besar bagi para wisatawan yang hobi memancing. Berkaitan dengan potensi danau, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan danau untuk sektor perikanan dan pariwisata.
  3. Rawa. Untuk potensi rawa di desa Jiwa Baru terdapat rawa didekat sungai Puhun dan sungai Pegang, yang belum dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Berkaitan dengan potensi rawa, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, dapat memanfaatkan rawa untuk sektor perikanan darat, lahan tanaman sayuran seperti : Bayam, Kangkung dan dijadikan tanah persawahan.
C. Potensi Sumber Daya Manusia

Potensi Sumber Daya Manusia yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : penduduk, mata pencaharian.
  1. Penduduk.  Penduduk memiliki pengaruh yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pembangunan, sehingga penduduk merupakan sumber daya sebagai salah satu faktor penentu pembangunan, berhasil tidaknya pembangunan tersebut tergantung dari kwalitas sumber daya manusia masing-masing desa. Maslah Penduduk perlu mendapat penanganan yang serius sehingga mobilitas penduduk dapat diketahui secara akurat. Sehingga beban desa penampung jumlah penduduk dapat dikendalikan sesuai dengan daya dukung alam yang tersedia. Desa Jiwa Baru memiliki penduduk berjiunlah 1.481 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 399 KK. Jumlah penduduk laki-laki 781 jiwa (52,74 %), dan jumlah perempuan 700 jiwa (47,26 %). Jika dilihat dari umur penduduk maka secara keseluruhan berada pada usia yang produktif atau potensial, yakni berumur berkisar antar 16-20 tahun sampai 61-65 tahun.
  2. Mata Pencaharian. Jika dilihat dari mata pencaharian penduduk maka bersesuaian dengan kondisi alam Desa Jiwa Baru sebagai daerah pertanian, mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani Karet. Adapun mata pencaharian lainnya : pegawai negeri dan swasta. Suku Melayu Palembang mempakan suku mayoritas di Desa Jiwa Baru (85 %), sisanya terdiri dari penduduk bersuku minang, jawa dan bali, dengan agama mayoritas penduduk islam.
D. Potensi Adat dan Tradisi

Potensi Adat dan Tradisi yang terdapat di desa Jiwa Baru meliputi : jujur, gambek ahi, ngumpulkan sanak, ngarak pengantin, lelang ongkol, bahasa
  1. Jujur (Patrilineal). Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Adat perkawinan, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, menggunakan sistem perkawinan isteri mengikuti kediaman suami.
  2. Ngambek Ahian. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi ngambek ahian, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan gotong royong. Ngambek akhi dalam bahasa Lubai, mempunyai makna mengambil hari suatu kegiatan memberikan tenaga bantuan kepada pihak lain agar dihari yang lain orang yang kita bantu tadi akan memberikan tenaga bantuan kepada pihak kita kembali. Pelaksanaan ngambek akhi biasanya dilaksana pada saat kegiatan musim nugal, yaitu acara menanam padi di ladang dalam bahasa Lubai "ume". 
  3. Ngumpulkan sanak. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi ngumpul sanak, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan mengumpulkan keluarga dalam rangka menghimpun dana dari sanak keluarga, untuk mensukseskan acara resepsi pernikahan putera-puterinya.
  4. Ngarak pengantin. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Ngarak pengantin, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan acara adat mengiringi kedua mempelai menuju tempat duduk pelaminan. Biasanya acara ini dilaksanakan dengan seni Terbangan.
  5. Lelang Ongkol. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Lelang ongkol, maka masyarakat di desa Jiwa Baru, mengadakan suatu tradisi yaitu melelang kue Engkak Ketan atau Ayam Bakar seekor utuh setiap pelaksanaan resepsi pernikahan. Panitian menawarkan kue Engkak Ketan atau Ayam bakar kepada hadirian, siapa yang berani menawar lebih tinggi biasanye dialah yang mendapatkan lelalang itu. Hasil dari pelelangan ini uang yang didapatkan langsung di umumkan pada acara resepsi perniakahan, jumlah dana yang terkumpul bisa mencapai sebesar Rp. 50.000.000,-
  6. Bahasa. Masyarakat desa Jiwa Baru, merupakan desa yang masih kental terhadap adat dan tradisi lama dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, toleransi antar warga masyarakat, serta adat istiadat yang lama dan bahasa yang digunakan. Berkaitan dengan potensi Bahasa, maka masyarakat di Jiwa Baru, dalam berkomuniskasi menggunakan bahasa Lubai. Bahasa Lubai, hampir sama dengan Bahasa Rambang, Bahasa Lematang, Bahasa Lahat, Bahasa Ogan. 
Demikian kajian potensi desa Jiwa Baru, semoga bermanfaat bagi kita semua dan kepada para pengunjung yang memiliki data akurat tentang potensi desa Jiwa Baru, kami harapan sudi kiranya memperbaiki tulisan ini.

Minggu, 01 Desember 2013

Balam Yayasan


Cerite / kisah masa lalu.

Balam Yayasan..............

Dami diperhatikan, banyak nian gune batang balam untok kehidupan menesie. Batang nye.........kalu lah besak pacak ditakok, buleh getah...............di jualkan pacak jadi duet. Dahan nye ye patah mantak di ijak kan Kehe atau di jambati leh simpai, di tetak-tetak ..................pacak di buat puntung api. Daun nye ye guguh mantak lah tue/ keheng.....................pacak dibuat sudu (semacam sendok), untok ngalerkan getah ke cangker ( biasenye terbuat dari sayak ni'oh) supaye dek melancuh ketanah. Segaretnye ye lah keheng (sejenis karet ) bekas getah yang mengalir di Pelat, pacak di buat untok ngidupkan api. Zaman dulu soal nye nanak / nggulai biasenye makai kayu (base lubai puntung)

Buah / buhak nye kalu lah tue ( ngeletek diwek) di pungoti untok : Dijadikan Bibet ( ditanam kembali), Diawetkan ( dibuat sebangse lok pekasam ikan) uji jeme lubai dikatekan Kedui, Dipakai untok bema'en leh budak-budak, seperti Maen Lupes, Sepidakan ( ngadu buhak balam, uman sape ye pecah...........biasenye di anggap kalah)

Dulu...................kalu nak mbuat kebun balam memang benah-benah sare/sulet.Disampeng banyak mahe / penyaket seperti Babi, Simpai, Cingkuk dan sebagai nye, bibet balam juge belum ade jualan nye. Pembibitan dilakukan dengan jalan mutehi buhak balam ye lah ngeletek (tue) dari kebun-kebun yang sudah ada.Karena itu lah sering kali jeme lubai mencari / mungoti buhak balam yang berasal dari kebun Jeme laen, ye mane batang balam nye di anggap temasok kelompok Balam Begetah.Batang balam biase nye be buah seta'un sekali.

Salah satu kebun balam ye temasok kelompok Batang balam begetah yaitu kebun balam Pasirah Kowi jeme gunong raje ye terletak di Talang Tebat ( suatu lokasi/ tempat di jalan lintas yang menghubungkan Desa Gunung Raja lubai dengan desa Baru Lubai kala itu).Kebun balam itu terkenal dengan sebutan Kebun Balam Yayasan.Balam Yayasan menuhut cerite dari mulut kemulut merupakan salah satu kelompok / Jenis batang balam ye paleng begatah untuk ukuran jeme lubai waktu itu.

Karena itu ketika musim ( dalam base lubai Uyangan) Buhak Balam datang, kebun balam Pasirah kowi tersebut sering rami di kunjungi oleh masyarakat yang ingin mutehi buhak balam tersebut untok dijadikan bibet.

Seiring dengan kemajuan zaman, sa'at ini Masyarakat daerah lubai ,mungken lah jarang atau bahkan dek ngatek lagi jeme behayau buhak balam.
Begitu juge dengan kwalitas Balam Yayasan (ye dulu ni di anggap balam paleng begetah), sekarang mungken sudah ja'oh ketinggalan dibandengkan dengan bibet balam Tempelan yang biase digunakan oleh Jeme lubai sa'at ini..

Apa pun keada'an yang terjadi sa'at ini dalam masalah pembudidaya'an Karet sebagai mata pencarian sebagian besar Masyarakat didaerah Lubai, namun tentunya kita semua juga tetap harus mengharga'i / meng hormati Almahum Pasirah Kowi sebagai salah se seorang Pelopor pengembang biakan Balam Yayasan, khususnya didesa Gunung Raja dan Desa Baru Lubai kala itu.
Semoga "Amala ibadah Almarhum" di terima oleh Allah Swt, baik atas jasa Beliau sebagai Pasirah Kepala Marga Lubai suku satu, mau pun sebagai pelopor pengembang biakan Balam Yayasan.

Kepada anak-anak Almahum Pasirah Kowi, saya mohon ma'af kalau dalam tulisan diatas ada kata-kata atau istilah yang menurut kalian tidak benar. Khusunya kepada Putri-putri Almarhum yang dulu kalau tidak salah sering ketemu (ketika masih bujang gades) seperti : Mulyana, Anna Maria, Hosiah